Ketiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan pejabat negara aktif. Mahmud MD yang menjadi calon wakil presiden Ganjar Pranowo menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Prabowo Subianto yang menjadi calon presiden berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden Anies Baswedan menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Wali kota Surakarta.
Selama mencalonkan diri sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, mereka masih berstatus sebagai pejabat negara. Sebagai pejabat negara tentu saja masih menerima gaji dari jabatannya, dan menikmati fasilitas yang diberikan oleh negara. Hal tersebut tentu saja menimbulkan potensi penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan yang dimiliki (abuse of power), baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketentuan yang mengharuskan menteri atau pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon presiden dan wakil presiden harus mengundurkan diri telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi atau MK tahun 2022. Namun atas dasar etika dan moral sebagai calon pemimpin negara dan pemerintahan, calon presiden dan wakil presiden yang berpotensi menyalahgunakan kekuasaan dan fasilitas negara, mereka lebih baik diberhentikan atau mengundurkan diri.
Selama ini, persoalan utama politik sejak zaman Plato, hingga Presiden Jokowi, adalah persoalan etika politik. Etika berada di atas hukum atau norma hukum. Para pemimpin dan calon pemimpin harus bisa menunjukkan etika politik ini, sejak mulai dari pikiran, tindakan dan sikap juga perilaku yang dibudayakan. Hal tersebut juga menunjukkan moralitas individual (individual morality) calon pemimpin bangsa. Pendiri negara Amerika Serikat, James Madison, menyebut untuk membuat republik bisa baik dibutuhkan kebajikan publik (public virtue) dan moralitas individual (individual morality).
Sebagai bentuk kebajikan publik (public virtue), presiden sebagai pemilih hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, pembantu presiden untuk segera memberhentikan dua menteri yang telah resmi mencalonkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden perlu memberi contoh tegas di dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government).
Pemberhentian menteri yang telah mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden merupakan bentuk komitmen presiden untuk mencegah semua potensi penyalahgunaan kekuasaan dari para menteri yang notabene sebagai pembantu presiden. Hal tersebut sekaligus untuk menunjukkan kepada publik secara luas dan terbuka, bahwa presiden betul-betul komitmen memberi kesempatan yang sama dan setara kepada semua pasangan calon presiden dan wakil presiden, sebagaimana yang telah disampaikan presiden kepala publik.
Termasuk juga memberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk fokus pada pencalonan, dan mengganti dengan menteri baru yang fokus berpikir dan bekerja untuk kepentingan publik. Hal itu adalah Tindakan bijak kepala negara dan kepala pemerintahan.
Sebagai bentuk moralitas individual (individual morality), bila presiden tidak mau atau tidak berani memberhentikan menteri atau pejabat negara yang saat ini mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, maka para calon tersebut yang harus mengundurkan diri dari jabatan masing-masing, baik sebagai menteri maupun sebagai anggota DPR RI dan walikota.
Hal ini untuk menunjukkan sikap dan komitmen mereka terhadap perilaku antikorupsi dan segala bentuk kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, dan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, termasuk pencalonan presiden. Setiap pejabat negara memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menyalahgunakan fasilitas sebagai pejabat negara.
Penyalahgunaan tersebut bisa berupa penyalahgunaan waktu. Saat calon presiden dan wakil presiden mengurus berbagai keperluan yang berkaitan dengan pencalonan, baik pada saat mendaftar ke KPU, maupun cek kesehatan, konsolidasi, pertemuan tim, kampanye dan lainnya, dengan menggunakan jam kerja aktif, pada saat yang bersangkutan masih menjabat sebagai pejabat negara.
Selain itu, ada kemungkinan penggunaan fasilitas negara seperti kendaraan dan kantor untuk keperluan pencalonan. Paling rentan pada bagian ini adalah komentar atau pernyataan calon presiden dan wakil presiden terkait pencalonan dirinya saat berada di kantor di mana mereka menjabat, namun komentarnya tidak berkaitan dengan tugas dan jabatan mereka sebagai pejabat negara, tetapi komentarnya berkaitan dengan diri mereka sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.

Mengundurkan diri adalah pilihan terbaik untuk memberi contoh yang baik bagi publik, bahwa yang bersangkutan memang memiliki moralitas individual (individual morality), dan serius menampilkan diri sebagai pribadi yang antikorupsi dan tidak mau menyalahgunakan sedikitpun wewenang yang dimiliki untuk kepentingan pribadi dan kepentingan politik. Hal ini merupakan awal yang baik bagi calon presiden dan wakil presiden untuk komitmen dan konsisten untuk membentuk kebajikan publik (public virtue).

Umar bin Abdul Azis pada saat menjadi pemimpin, telah memberi contoh yang baik, dengan memadamkan lampu yang dibiayai oleh negara di rumah dinasnya, pada saat tamu yang datang ke rumah dinasnya adalah untuk mengurus keperluan pribadi, bukan keperluan publik.
sumber : https://kumparan.com/mohammad-hidayaturrahman/reshuffle-capres-cawapres-21SHkUldhW0/full

 


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *